Read more: http://bambang-gene.blogspot.com/2011/03/pasang-meta-tag-di-blog-supaya-seo.html#ixzz1FYQ9VUp5 TUNGKAL FOTOGRAFI: Februari 2014

TUNGKAL FOTOGRAFI

TUNGKAL FOTOGRAFI BELAJAR DAN SALING BERBAGI INFORMASI

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis
Ensiklopedia Tips Tutorial

Free Online Software Download

Silahkan Gabung

apakah anda suka

ARTIKEL TERBARU

Thumbnail Recent Post

Pelabuhan Roro Tungkal Jambi

Nuansa senja di kota tungkal pesisir jambi

Landscafe sunset lokasi sungai pengabuan

Sunset dan degradasi awan yang merupakan fenomena alam yang kita tidak dapat memprediksikannya kapan dia berubah

Sunset lokasi sungai betara

SUNSET

Saat senja menjelang di kota kuala tungkal pantai pesisir jambi

Archive for Februari 2014

Di dalam kamera kita ada komponen bernama shutter, yang peranannya sangat penting untuk mengatur terang gelapnya foto, dan juga bisa membuat benda yang bergerak jadi tampak beku atau sebaliknya jadi terlihat blur. Komponen shutter ini bentuknya seperti tirai yang menutupi sensor, disebut juga dengan focal plane shutter. Saat foto diambil, shutter akan dibuka untuk memasukkan cahaya ke sensor. Lamanya shutter membuka disebut dengan shutter speed yang bisa kita pilih mau cepat atau lambat, dalam hitungan detik atau seper detik. Begitulah cara kerja kamera sampai saat ini, termasuk kamera digital SLR yang banyak dipakai oleh fotografer dimanapun.
Shutter_dslr
Ada satu hal yang menjadi kelemahan dari shutter berjenis focal plane atau nama lainnya vertical travel shutter ini. Bagi yang sering memakai lampu flash tentu pernah mengalami kalau flashnya tidak bisa dipakai pada shutter speed tertentu, misal diatas 1/200 detik. Hal ini karena desain dan kerja shutter yang menyebabkan cahaya flash akan terhalang bila shutter terlalu cepat. Pada hasil foto yang didapat akan terlihat belang, sebagian terang dan sebagian lagi gelap. Batasan ini bisa membatasi kreativitas kita dalam memotret dengan flash, misal di siang hari yang terang jadi tidak bisa pakai bukaan besar kalau pakai flash. Padahal bukaan besar punya keuntungan bisa membuat background jadi blur, dan berkaitan dengan flash kita tahu kalau bukaan besar bisa ‘meringankan’ kerja flash juga.
DSC_2898
Foto dengan flash jadi belang akibat memakai shutter terlalu cepat

Electronic shutter

Dulu saya punya kamera Nikon D40 yang salah satu kehebatannya adalah maksimum flash sync speed-nya. Bila kamera lain umumnya membatasi shutter hanya sampai 1/200 detik saat pakai flash, maka kamera saya ini membolehkan saya memakai flash sampai kecepatan 1/500 detik. Apakah shutter unit di Nikon D40 ini begitu istimewa? Ternyata bukan begitu, rahasianya adalah D40 memakai kombinasi shutter mekanik dan elektronik. Jadi shutter mekanik di kamera D40 itu hanya akan bekerja sampai speed tertentu misal 1/90 detik, lalu bila kita memilih speed lebih cepat dari itu maka otomatis kamera akan memakai shutter elektronik yang mengatur sirkuit di dalam sensor untuk ‘on-off’ dalam kecepatan tertentu, hingga 1/4000 detik.
Mungkin kita pernah bertanya-tanya, mengapa harus ada shutter dalam bentuk mekanik yang harus membuka tutup setiap foto diambil? Bukankah di jaman canggih ini sensor bisa ditugaskan juga jadi elektronik shutter, seperti sensor di kamera saku atau kamera Nikon D40? Apalagi sistem shutter elektronik punya keuntungan yaitu tidak ada komponen yang bergerak dan artinya akan terus bisa dipakai selama sensor atau kamera itu masih hidup. Jawaban simpelnya adalah desain sensor keduanya sedikit ada perbedaan. Sensor DSLR dan kamera lain dengan shutter mekanik didesain untuk ‘perlu bantuan’ dari shutter mekanik dalam menentukan timing eksposur. Sedangkan sensor di kamera saku atau kamera ponsel memang didesain untuk bisa difungsikan juga sebagai shutter elektronik supaya ringkas dan murah.
Penjelasan lebih lanjutnya adalah, pada dasarnya kalau kamera DSLR mau pakai sistem shutter elektronik bisa saja, walau tentu sensornya harus didesain ulang. Masalahnya untuk bisa menjadi shutter elektronik, sebuah sensor harus punya komponen tambahan pada setiap pikselnya, dan ini berakibat kemampuan menangkap cahaya jadi berkurang. Imbas langsungnya ada pada kualitas akhir dari foto yang dihasilkan. Bagi kita pengguna DSLR, mungkin merasa adanya shutter mekanik seolah-olah rumit dan mengangap konsep shutter elektronik terkesan jauh lebih simpel. Tapi bagi produsen kamera DSLR, shutter mekanik adalah sebuah solusi yang lebih masuk akal, bila memakai shutter elektronik justru akan membuat rumit desain sensor DSLR dan akan ada penurunan kualitas hasil fotonya.

Leaf shutter

imagesAda juga kamera yang dibuat dengan desain shutter berjenis leaf shutter. Berbeda dengan focal plane shutter yang biasa kita kenal, leaf shutter ini buka tutupnya mirip bilah aperture lensa, dan memang leaf shutter ini secara fisik berada di lensa (bukan di kamera). Bisa dibilang inilah desain shutter yang paling klasik, ada sejak awal era fotografi jaman dulu, seperti kamera Yashica, Mamiya dan lainnya. Yang jelas leaf shutter saat ini tidak ditemukan di kamera DSLR, melainkan di kamera medium format. Setiap lensa medium format punya leaf shutter sendiri, jadi harga lensanya akan lebih mahal. Kalau dibandingkan dengan focal plane shutter, kekurangan leaf shutter itu tidak bisa mencapai kecepatan yang sangat tinggi seperti focal plane shutter, paling hanya bisa sampai 1/1000 detik. Tapi keuntungannya leaf shutter cenderung tidak berisik, dan satu keunggulan utama dia adalah bisa flash sync dengan berapapun kecepatan shutternya.
Mengapa kemampuan flash sync begitu penting? Seperti yang sudah diulas di awal tulisan ini, saat siang hari tentunya kita akan lebih sering memakai shutter speed yang cepat, misal 1/500 detik. Bila kamera dengan focal plane shutter maksimal membatasi hanya boleh pakai 1/200 detik maka saat siang hari kita mau pakai flash, terpaksa memakai bukaan yang lebih kecil. Bukaan kecil sulit untuk mendapat bokeh dan akan melemahkan kekuatan flash juga. Dengan kamera berdesain leaf shutter, kita bisa pakai 1/500 detik, bukaan besar dan tenaga flash cukup yang rendah saja.
source by Info fotografi

Infrared filter adalah sebuah filter yang memblok semua cahaya kecuali cahaya infra merah yang sangat sedikit. Kalau dilihat dari fisiknya, filter Inframerah hitam pekat mirip dengan filter neutral density (ND) 10 stop. Oleh sebab itu, sebelum filter ini dipasang di depan lensa, fokus harus sudah terkunci.
Dengan filter infrared ISO 400, f/5.6, 30 detik, 35mm. Dikonversi hitam putih lewat Lightroom
Dengan filter infrared ISO 400, f/5.6, 30 detik, 35mm dan tripod. Foto dikonversi hitam putih lewat Lightroom. Awan jadi blur karena shutter speed lambat (30 detik) menangkap gerakan awan. Infrared membuat biru langit menjadi hitam kelam dan warna hijau daun menjadi putih.
Karena filter ini sangat membatasi cahaya yang masuk ke lensa dan kamera, maka dibutuhkan banyak cahaya, sehingga shutter speed yang digunakan akan sangat lambat. Tergantung dari kondisi cahaya lingkungan, shutter speed yang digunakan akan sangat lambat supaya gambar yang dihasilkan terang. Seringkali, meskipun memotret di kondisi yang terang dengan sinar matahari, kita membutuhkan shutter speed diatas 30 detik, terutama saat kita ingin mengunakan ISO dan bukaan yang kecil.
Sayangnya kamera digital biasanya membatasi shutter speed hanya sampai 30 detik. Untuk mendapatkan shutter speed lebih dari 30 detik, dibutuhkan aksesoris tambahan seperti timer cable/wireless release. Jika kita tidak memiliki atau membawa aksesoris tersebut, alternatifnya adalah mengunakan bukaan yang relatif besar seperti f/2.8 f/4 dan ISO kita tingkatkan ke 400, 800 atau lebih tinggi.
Bila mengunakan auto white balance (AWB), hasil foto akan berwarna merah monokrom. Sebaiknya mengunakan custom white balance dulu. Cara setnya berbeda-beda tiap kamera. Intinya kita perlu memotret permukaan yang netral seperti kertas putih atau abu-abu (gray card) secara penuh bidang gambarnya, dan kemudian temukan custom WB / Pre-set WB di menu kamera dan jadikan foto tersebut acuan untuk custom WB. Alternatif lain adalah memotret dedaunan yang hijau dan menjadikannya acuan untuk custom WB. Warna hijau daun akan berubah menjadi putih di hasil gambar.
Sifat khas hasil foto dengan filter ini adalah munculnya tekstur yang sekilas seperti grain pada film. Hal ini menurunkan ketajaman foto, tapi memberikan kesan artistik. Contohnya seperti dibawah ini:
zoom 100% menunjukkan efek grainy.
zoom 100% menunjukkan efek grainy.
Penggunaan filter ini menguntungkan karena kamera tidak perlu dioprek (diubah filter lowpass didepan sensor gambar kameranya). Kamera yang dioprek sulit dikembalikan menjadi normal, dan membutuhkan biaya servis yang lumayan tinggi yaitu sekitar 1.5-2.5 juta.
Sedangkan kelemahan mengunakan filter infrared adalah kamera membutuhkan cahaya dalam jumlah yang banyak sehingga shutter speed pasti lambat sehingga akan sangat sulit untuk membekukan subjek yang bergerak. Untuk menghaluskan aliran air, atau merekam gerakan awan, filter ini malah membantu. Seakan-akan kita menggunakan filter ND 12 stop.
Efek Infrared juga bisa didapatkan dengan editing foto misalnya di Lightroom bahkan ada preset otomatis yang mengubah foto biasa jadi Infrared langsung. Ulasan mengenai itu bisa dibaca disini. Namun metode editing lebih sulit untuk membuat langit menjadi hitam dan juga sulit untuk membuat hijau daun menjadi benar-benar putih.
infrared-filter
Hasil foto asli dari kamera dengan WB Auto tidak disarankan, karena warnanya jadi merah seperti foto diatas. Lebih baik set custom WB

wibiya widget